Rabu, 18 November 2009

Metodologi Studi Islam

ISLAM DAN BUDAYA



MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Metodologi Studi Islam”
Dosen : Dra. Ade Artipah, M.Pd








Oleh :
IRFAN FAUZI
Jurusan Tarbiyah (PAI)
Semester I






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR
Jalan Pesantren No. 02 Citangkolo Kota Banjar
2009
KATA PENGANTAR

Seraya memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia serta pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan penyusunan makalah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda alam kanjeng Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, dan kepada para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Makalah yang berjudul Keistimewaan Al Qur’an (Keterkaitan kejadian gempa bumi di Indonesia dengan Ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an ) ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Orientasi Study Pengenalan Kampus (OSPEK) di Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul Huda Al-Azhar (STAIMA) Banjar.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa selesainya penyusunan makalah ini atas berkat dorongan, bantuan berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Kedua Orang tua yang senantiasa memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
2. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatunya yang telah memberikan semangat dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini tepat waktu.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan pada penulisa makalah-makalah yang akan datang.
Akirnya hanya kepada Allah penulis serahkan, semoga amal baik mereka semua menjadi amal shaleh yang akan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat ganda. Amin ya Rabbal’alamin

Banjar, Nopember 2009
Penulis,




















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………….……………….
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………. 3
C. Tujuan …………………………………………………………….. 3
D. Manfa’at …………………………………………………………... 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan …………………….………………... 4
2. Unsur-unsur Kebudayaan…………………………………….. 4
3. Wujud Kebudayaan …………………………………………… 4
B. Kebudayaan Islam ……………………………..…..……………… 5

BAB III SIMPULAN
A. Simpulan ………………..…..………………………………......... 7
B. Saran ……………….………………………….……….…………. 7

DAFTAR PUSTAKA















BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) :

“ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “.

Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera dunia dan akhirat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.
Nabi Muhammad SAW telah meninggalkan warisan rohani yang agung, yang telah menaungi dunia dan memberi arah kepada kebudayaan dunia selama dalam beberapa abad yang lalu. Ia akan terus demikian sampai Tuhan menyempurnakan cahayaNya ke seluruh dunia. Warisan yang telah memberi pengaruh besar pada masa lampau itu, dan akan demikian, bahkan lebih lagi pada masa yang akan datang, ialah karena ia telah membawa agama yang benar dan meletakkan dasar kebudayaan satu-satunya yang akan menjamin kebahagiaan dunia ini. Agama dan kebudayaan yang telah dibawa Muhammad kepada umat manusia melalui wahyu Tuhan itu, sudah begitu berpadu sehingga tidak dapat lagi terpisahkan.
Kalau pun kebudayaan Islam ini didasarkan kepada metoda-metoda ilmu pengetahuan dan kemampuan rasio, hal ini sama seperti yang menjadi pegangan kebudayaan Barat masa kita sekarang, dan kalau pun sebagai agama Islam berpegang pada pemikiran yang subyektif dan pada pemikiran metafisika namun hubungan antara ketentuan-ketentuan agama dengan dasar kebudayaan itu erat sekali. Soalnya ialah karena cara pemikiran yang metafisik dan perasaan yang subyektif di satu pihak, dengan kaidah-kaidah logika dan kemampuan ilmu pengetahuan di pihak lain oleh Islam dipersatukan dengan satu ikatan, yang mau tidak mau memang perlu dicari sampai dapat ditemukan, untuk kemudian tetap menjadi orang Islam dengan iman yang kuat pula. Dari segi ini kebudayaan Islam berbeda sekali dengan kebudayaan Barat yang sekarang menguasai dunia, juga dalam melukiskan hidup dan dasar yang menjadi landasannya berbeda. Perbedaan kedua kebudayaan ini, antara yang satu dengan yang lain sebenarnya prinsip sekali, yang sampai menyebabkan dasar keduanya itu satu sama lain saling bertolak belakang.
Sistem ekonomi dasar kebudayaan Barat. Sebagai akibatnya, di Barat telah timbul pula aliran-aliran yang hendak membuat segala yang ada di muka bumi ini tunduk kepada kehidupan dunia ekonomi. Begitu juga tidak sedikit orang yang ingin menempatkan sejarah umat manusia dari segi agamanya, seni, filsafat, cara berpikir dan pengetahuannya dengan ukuran ekonomi. Pikiran ini tidak terbatas hanya pada sejarah dan penulisannya, bahkan beberapa aliran filsafat Barat telah pula membuat pola-pola etik atas dasar kemanfaatan materi ini semata-mata. Sungguh pun aliran-aliran demikian ini dalam pemikirannya sudah begitu tinggi dengan daya ciptanya yang besar sekali, namun perkembangan pikiran di Barat itu telah membatasinya pada batas-batas keuntungan materi yang secara kolektif dibuat oleh pola-pola etik itu secara keseluruhan. Dan dari segi pembahasan ilmiah hal ini sudah merupakan suatu keharusan yang sangat mendesak.
Sebaliknya mengenai masalah rohani, masalah spiritual, dalam pandangan kebudayaan Barat ini adalah masalah pribadi semata, orang tidak perlu memberikan perhatian bersama untuk itu. Oleh karenanya membiarkan masalah kepercayaan ini secara bebas di Barat merupakan suatu hal yang diagungkan sekali, melebihi kebebasan dalam soal etik. Sudah begitu rupa mereka mengagungkan masalah kebebasan etik itu demi kebebasan ekonomi yang sudah sama sekali terikat oleh undang-undang. Undang-undang ini akan dilaksanakan oleh tentara atau oleh negara dengan segala kekuatan yang ada.
Kisah kebudayaan Barat mencari kebahagiaan umat manusia
Kebudayaan yang hendak menjadikan kehidupan ekonomi sebagai dasarnya, dan pola-pola etik didasarkan pula pada kehidupan ekonomi itu dengan tidak menganggap penting arti kepercayaan dalam kehidupan umum, dalam merambah jalan untuk umat manusia mencapai kebahagiaan seperti yang dicita-citakannya itu, menurut hemat saya tidak akan mencapai tujuan. Bahkan tanggapan terhadap hidup demikian ini sudah sepatutnya bila akan menjerumuskan umat manusia ke dalam penderitaan berat seperti yang dialami dalam abad-abad belakangan ini. Sudah seharusnya pula apabila segala pikiran dalam usaha mencegah perang dan mengusahakan perdamaian dunia tidak banyak membawa arti dan hasilnya pun tidak seberapa. Selama hubungan saya dengan saudara dasarnya adalah sekerat roti yang saya makan atau yang saudara makan, kita berebut, bersaing dan bertengkar untuk itu, masing-masing berpendirian atas dasar kekuatan hewaninya, maka akan selalu kita masing-masing menunggu kesempatan baik untuk secara licik memperoleh sekerat roti yang di tangan temannya itu. Masing-masing kita satu sama lain akan selalu melihat teman itu sebagai lawan, bukan sebagai saudara.
Sebaliknya paham sosialisme yang berpendapat bahwa perjuangan kelas yang harus disudahi dengan kekuasaan berada di tangan kaum buruh, merupakan salah satu keharusan alam. Selama persaingan dan perjuangan mengenai harta itu dijadikan pokok kehidupan, selama pertentangan antar-kelas itu wajar, maka pertentangan antar-bangsa juga wajar, dengan tujuan yang sama seperti pada perjuangan kelas. Dari sinilah konsepsi nasionalisme itu, dengan sendirinya, memberi pengaruh yang menentukan terhadap sistem ekonomi. Apabila perjuangan bangsa-bangsa untuk menguasai harta itu wajar, apabila adanya penjajahan untuk itu wajar pula, bagaimana mungkin perang dapat dicegah dan perdamaian di dunia dapat dijamin? Pada menjelang akhir abad ke-20 ini kita telah dapat menyaksikan - dan masih dapat kita saksikan - adanya bukti-bukti, bahwa perdamaian di muka bumi dengan dasar kebudayaan yang semacam ini hanya dalam impian saja dapat dilaksanakan, hanya dalam cita-cita yang manis bermadu, tetapi dalam kenyataannya tiada lebih dari suatu fatamorgana yang kosong belaka

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka secara rinci permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan akhir-sebagai beriukut :
1. Apa pengertian kebudayaan ?
2. Apa kebudayaan islam itu ?

C. TUJUAN
Setelah mendiskusikan tema ini, maka kita dapa memperoleh beberapa tujuan sebagai berikut ;
1. Dapat mengetahui pengertian kebudayaan
2. Dapat mengetahui sejarah terbentuknya kebudayaan islam
3. Dapat membedakan kebudayaan local dengan kebudayaan islam
4. Dapat mengambil keputusan mengenai kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari

D. MANFA’AT
Dari tujuan di atas maka setealah mendiskusikan kita dapat memperoleh manfaat begitu besar seperti :
1. Dapat mengetahui pengertian kebudayaan kemudian memberitahukan informasi kepada orang lain
2. Dapat mengetahui sejarah terbentuknya kebudayaan islam pada masa kejayaan islam
3. Dapat membedakan kebudayaan local dengan kebudayaan islam
4. Dapat mengambil keputusan mengenai kebudayaan yang dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari




BAB II
PEMBAHASAN

A. KEBUDAYAAN
1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

2. Unsur-unsur kebuyaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
• Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, kekuasaan politik .
• Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya organisasi ekonomi. alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama) organisasi kekuatan (politik)

3. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

B. KEBUDAYAAN ISLAM
Secara umum arti kebudayaan yang sebenarnya ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia adalah gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Apa yang dimaksudkan gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah apa yang difikirkan oleh manusia itu terus dibiat dan dilaksanakan. Apa yang difikirkannya itu dilahirkan dalam bentuk sikap. Maka hasil daripada gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan.
Dan kalau begitu pengertian kebudayaan maka agama-agama diluar Islam juga bisa dianggap kebudayaan. Ini adalah karena agama-agama seperti Budha, Hindu, kristen (yang telah banyak diubah-ubah) itulahir hasil dari pemikiran (ide-ide) manusia. Ia adalah ciptaan akal manusia.
Sebaliknya agama Islam tidak bisa dianggap kebudayaan sebab ia bukan hasil daripada pemikiran dan ciptaan manusia, bukan hasil budi dan daya (tenaga lahir) manusia. Agama Islam adalah sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT.
Oleh sebab itu siapa yang mengatakan bahwa agama Islam itu kebudayaan maka dia telah melakukan satu kesalahan yang besar dan bisa jatuh murtad, karena dia telah mengatakan satu perkara mungkar, yang tidak seyogyanya disebut. Oleh karena itu, hendaklah kita berhati-hati. begitu banyak sekali ahli kebudayaan pada masa ini menyuarakan dengan lantang bahwa Islam adalah kebudayaan dengan alasan bahwa ia adalah cara hidup atau 'way of life' . Agama islam adalah bukan kebudayaan, sebab ia bukan hasil daripada tenaga fikiran dan tenaga lahir manusia.
Agama Islam adalah wahyu dari Allah SWT yang disampaikan kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat. tetapi agama-agama diluar Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan manusia daripada daya pemikiran mereka, daripada khayalan dan angan-angan.
Namun begitu walaupun agama islam itu bukan kebudayaan tetapi ia sangant mendorong (bahkan turut mengatur) penganutnya berkebudayaan. Islam bukan kebudayaan tapi mendorong manusia berkebudayaan. Islam mendorong berkebudayaan dalam berfikir, berekonomi, berpolitik, bergaul, bermasyarakat, berpendidikan, menyusun rumah tangga dan lain-lain. Jadi, sekali lagi dikatakan, agama Islam itu bukan kebudayaan, tapi mendorong manusia berkebudayaan. Oleh karena itu seluruh kemajuan lahir dan batin itu adalah kebudayaan maka dengan kata-kata lain, Islam mendorong umatnya berkemajuan.
Agama Islam mendorong umatnya berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam bidang ibadah. Contohnya dalam ibadah yang asas yaitu sembahyang. Dalam Al-Qur'an ada perintah :
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah wahyu daripada Allah SWT. Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah "dirikanlah sembahyang" maka timbullah daya pemikiran kita, bagaimana hendak bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan lain-lain. Secara ringkas, kitapun bersembahyanglah setelah mengkaji Sunnah Rasulullah yang menguraikan kehendak wahyu itu tadi. Firman Allah :
Terjemahnya: Tiadalah Rasul itu berkata-kata melainkan wahyu yang diwahyukan padanya (An Najm: 3-4)
Dan kalau dilihat dalam ajaran Islam, kita dikehendaki bersembahyang di tempat yang bersih. Jadi perlu tempat atau bangunan yang bersih bukan saja bersih dari najis tetapi bersih daripada segala pemandangan yang bisa menganggu kekhusyukan kita pada saat kita bersembahyang. Maka terpaksalah kita umat Islam menggunakan pikiran, memikirkan perlunya tempat-tempat sembahyang yaitu mushalla, surau ataupun mesjid. Apabila kita membangun surau atau mesjid hasil dari dorongan wahyu "Dirikanlah sembahyang" itu maka lahirlah kemajuan, lahirlah kebudayaan.
Jadi agama Islam mendorong manusia berkebudayaan dalam beribadah padahal ia didorong oleh perintah wahyu "Dirikanlah sembahyang" yang bukan kebudayaan. Tapi karena hendak mengamalkan tuntutan perintah wahyu ini, maka muncullah bangunan-bangunan mesjid dan surau-surau yang beraneka bentuk dan didalamnya umat Islam sembahyang berbaris dalam saf-saf yang lurus dan rapat. Ini semua merupakan kebudayaan hasil tuntutan wahyu.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Kata agama dan kebudayaan merupakan dua kata yang seringkali bertumpang tindih, sehingga mengaburkan pamahaman kita terhadap keduanya. Banyak pandangan yang menyatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari.
Ketika Islam diterjemahkan sebagai agama (religi) berdasar pandangan di atas, maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya manusia. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produk kebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah. Pandangan tersebut telah melahirkan pemahaman rancu terhadap Islam. Pembongkaran terhadap sejarah Al-Qur’an, justifikasi terhadap ide-ide sekulerisme, dan desakan untuk ‘berdamai’ menjadi Islam Inklusif, merupakan produk dari kerancuan pemahaman tersebut.
Buya Hamka menyatakan bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa itu sedia telah ada dalam jiwa manusia sendiri(iii). Hal itulah yang universal dalam diri manusia, fitrah manusia. Manusia melihat alam yang megah dan berbagai fenomena luar biasa, kemudian mencoba untuk menjelaskannya.
Sementara Prof. Dr. Amer Al-Roubai menyatakan: Di Barat, agama adalah bagian dari kebudayaan, sedangkan di Islam, budaya didefinisikan oleh agama, islam bukanlah hasil dari produk budaya (seperti yang dituduhkan oleh Nasr Hamd Abu Zayd). Islam justru membangun sebuah budaya, sebuah peradaban. Peradaban yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban Islam. Peradaban Islam memiliki pandangan hidup (worldview) yang berbeda dengan peradaban lain. Cara pandang hidup yang berbeda inilah yang menghasilkan konsep-konsep yang berbeda pula. Oleh karena itu, merupakan hak Islam untuk menggunakan pandangan hidupnya (dalam bahasa Al-Attas: ar-Ruyatul al Islam li al-wujud) untuk memahami setiap keberadaan, termasuk kebudayaan.
B. SARAN
Dengan pemahaman di atas, kita dapat memulai untuk meletakan Islam dalam kehidupan keseharian kita. Kita pun dapat membangun kebudayaan Islam dengan landasan konsep yang berasal dari Islam pula.
Wallahu ‘alam bishawab

2 komentar:

  1. assalamualaikum

    Salam kenal
    Saya minta izin copy artikelnya ya Mas, buat tugas...boleh kan Mas ?

    Wassalam

    BalasHapus
  2. Wa'alaikum salam. Ya mangga, smoga bermanfa'at.

    BalasHapus

STAIMA

STAIMA
Logo STAIMA Banjar